Perubahan
lingkungan bisnis demikian kuat pengaruhnya terhadap organisasi, termasuk
organisasi pendidikan. Setiap perubahan yang terjadi selalu akan membawa dampak
bagi setiap aspek organisasi seperti: manajemen,kelompok kerja, susunan
pekerjaan, proses aktivitas, dan bentuk komunikasi atau pendelegasian wewenang.
Berbagai pengaruh perubahan yang terjadi menuntut organisasi untuk membuka diri
terhadap tuntutan perubahan dan berupaya menyusun strategi dan kebijakan yang
selaras dengan perubahan lingkungan bisnis.
Artinya suatu organisasi mampu menyusun strategi dan kebijakan yang
ampuh untuk mengatasi setiap perubahan yang terjadi khususnya dalam kesempatan
kerja yang merata.
Affirmative
action dipandang sebagai manifestasi nilai keadilan sosial dalam suatu
organisasi. Nilai affirmative action diakui sangat potensial dan mampu
menjembatani berbagai persoalan sosial budaya yang timbul, sekaligus menjamin
suatu manajemen SDM yang lebih representatif secara proporsional berbagai karakteristik
demografis, geografis, dan kultural masyarakat dalam suatu organisasi, baik
publik maupun swasta. Tetapi dalam praktiknya, nilai yang satu ini sering
terabaikan oleh karena adanya keunggulan perhatian dari para manajer dan para decision makers terhadap nilai-nilai
efisiensi dan efektifitas.
Nilai affirmative action merupakan
manifestasi dari nilai keadilan sosial yang telah diangkat ke permukaan oleh
administrasi negara baru, yang kemudian disejajarkan dengan nilai-nilai
efisiensi, efektifitas, dan ekonomi.
Pengertian awal affirmative action adalah hukum dan kebijakan yang mensyaratkan dikenakannya kepada kelompok tertentu berupa pemberian kompensasi dan keistimewaan dalam kasus-kasus tertentu guna mencapai representasi yang lebih proporsional dalam beragam institusi. Ini merupakan diskriminasi positif (positive discrimination) yang dilakukan untuk mempercepat tercapainya keadilan dan kesetaraan. Salah satu sarana terpenting untuk menerapkannya adalah hukum, di mana jaminan pelaksanaannya harus ada dalam konstitusi dan Undang-Undang.
Pengertian awal affirmative action adalah hukum dan kebijakan yang mensyaratkan dikenakannya kepada kelompok tertentu berupa pemberian kompensasi dan keistimewaan dalam kasus-kasus tertentu guna mencapai representasi yang lebih proporsional dalam beragam institusi. Ini merupakan diskriminasi positif (positive discrimination) yang dilakukan untuk mempercepat tercapainya keadilan dan kesetaraan. Salah satu sarana terpenting untuk menerapkannya adalah hukum, di mana jaminan pelaksanaannya harus ada dalam konstitusi dan Undang-Undang.
Di Indonesia, pada tahun 2000, dalam
Amandemen II UUD 1945, ketentuan tentang affirmative action diatur, yaitu dalam
Bab X A tentang Hak Asasi Manusia pasal 28 H ayat (2) yang menyebutkan bahwa
setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakukan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan. Pasal ini didasarkan atas kesadaran bahwa satu peraturan yang netral,
yang diberlakukan sama kepada seluruh kelompok masyarakat yang berbeda
keadaannya, akan menimbulkan kesempatan dan manfaat yang berbeda yang berdampak
lahirnya ketidakadilan. Maka negara berkewajiban membuat peraturan khusus bagi
mereka yang karena kondisi dan rintangannya tidak dapat menerima manfaat dari
ketentuan yang bersifat netral tadi. Tindakan ini disandarkan pada fungsi hukum
sebagai sarana untuk mencerminkan ketertiban dan keadilan, serta melakukan
rekayasa sosial untuk merubah perilaku masyarakat.
A.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas, maka
rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana pelaksanaan affirmative
action?
2.
Apa keunggulan affirmative action?
3.
Bagaimana hubungan pengadilan dan
diskriminasi?
4.
Bagaimana rencana affirmative action?
5.
Bagaimana affirmative action dalam
hubungannya dengan manajer publik?
6.
Bagaimana affirmative action dalam
hubungannya dengan manajemen sumber daya manusia?
B.
Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui lebih
jauh segala hal tentang affirmative
action dalam kaitannya dengan manajemen sumber daya manusia.
C.
Landasan
Teori
Membicarakan
mengenai affirmative action, tidak bisa tidak, harus mengetahui lebih dahulu
apa itu affirmative action. Apabila sudah mengetahui definisi atau apa yang
dimaksud dengan affirmative action, barulah bisa menganalisa manivestasi dari
affirmative action itu sendiri. Untuk mendalami mengenai hal itu, berikut
diuraikan landasan teori makalah ini disusun, meliputi definisi affirmative
action, affirmative action bersaing dengan nilai lainnya, dan kesempatan kerja
yang sama versus affirmative action.
1.
Definisi Affirmative Action
Affirmative action terdiri dari kata affirmative yang berarti pengakuan
positif, berupa program dan prosedur yang secara nyata dibuat, selanjutnya
diidentifikasikan dan memperbaiki semua praktek pekerjaan yang cenderung
mempertahankan pola-pola diskrimininasi dalam pekerjaan, baik berdasarkan
etnis, ras, daerah, umur, atau jenis kelamin. Serta dari kata action yang berarti tindakan yang harus
diambil guna memungkinkan mereka yang telah disingkirkan atau tidak digubris untuk bersaing atau
memperoleh akses terhadap pekerjaan berdasarkan basis yang sama.
Jadi, affirmative action dapat didefinisikan sebagai
rencana yang berorientasi pada hasil (result-oriented
plan) dan program untuk menanggulangi ketidakadilan dalam lapangan
pekerjaan, termasuk tindakan khusus dalam mempekerjakan pekerja dan hal
promosi.
Affirmative action
dapat diartikan juga sebagai suatu konsep abstrak mengenai keadilan
organisasi yang menunjukkan bagaimana reward, insentif, sanksi, dan juga
pekerjaan dialokasikan dalam suatu lembaga organisasi ( Rizzo, dalam Gomes,
2003:70).
Kesempatan yang sama dalam pekerjaan saja tidaklah
cukup. Harus disertai dengan affirmative action sebagai cara untuk memerangi
diskriminasi-diskriminasi dalam pekerjaan.
2.
Affirmative Action Bersaing dengan Nilai
Lainnya
Kerap terjadi persaingan nilai dalam manajemen
sumber daya manusia antara nilai efisiensi, daya tanggap politik, persamaan hak
individu, yang biasanya merugikan nilai keadilan sosial. Akibatnya, kelompok-kelompok minoritas (dari
segi agama, ras, suku, orang cacat, dan wanita) kurang mendapat perhatian dalam
manajemen sumber daya manusia.
Affirmative action merupakan gerakan kesadaran dan
perbaikan atas kelemahan tersebut (Klingner, dalam Gomes, 2003:70). Suatu
fungsi perantara yang berpengaruh terhadap proses procurement atau perekrutan, penyeleksian, pengangkatan, promosi,
dan penempatan pekerja. Dalam hal ini affirmative action mendasarkan diri pada
nilai keadilan sosial (social equity)
sesuai dengan persentase jumlah penduduk masing-masing kelompok tersebut.
Nilai-nilai yang sering berbenturan atau konflik
dengan affirmative action adalah:
a.
Senioritas (seniority)
b.
Efisiensi administrasi (administrative
efficiency)
c.
Daya tanggap politik (political
responsiveness)
d.
Bias-bias yang diperkirakan berasal dari
para manajer terhadap tes obyektif, pendidikan, dan pengalaman sebagai
indikator para pelamar
e.
Jaringan kepegawaian lama yang biasanya
merupakan mekanisme untuk mencapai jabatan tinggi
Affirmative action ini berpengaruh terhadap pekerjaan
publik karena telah membawa pengadilan ke bidang pekerjaan. Pengaruh pengadilan
masuk ke dalam semua fungsi kepegawaian yang inti. Nilai-nilai inti itu
meliputi secara jelas hak-hak perorangan dan proses dalam pembuatan keputusan.
3.
Kesempatan Kerja yang Sama versus
Affirmative Action
Anggapan yang beredar di masyarakat dan di kalangan
pejabat pemerintah adalah affirmative action (AA) sama dengan kesempatan kerja
yang sama ( equal employment opportunity
atau EEO). Padahal keduanya tidaklah sama. Perbandingan keduanya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
EEO
|
AA
|
Penekanan
nilai pada perlakuan yang sama
|
Penekanan
nilai pada perlakuan khusus terhadap kelompok-kelompok tertentu
|
Mencerminkan
nilai hak-hak perseorangan
|
Menjamin nilai
keadilan sosial
|
Salah satu Negara di dunia yang menerapkan affirmative
action adalah Amerika Serikat. Tahun 1965, Presiden Johnson menandatangani
sebuah peraturan yang lebih dikenal dengan Executive Order 11246 (Klingner,
dalam Gomes, 2003:73) yang melarang diskriminasi oleh para majikan yang
menyediakan barang-barang dan pelayanan bagi pemerintah federal.
D.
Pembahasan
Affirmative action merupakan aktivitas kepegawaian
pemerintah yang paling kritis karena peranannya dalam procurement dan konfliknya dengan nilai-nilai tradisional yang
mempengaruhi proses tersebut. Akhir-akhir ini perhatian terhadap political responsiveness dan administrative efficiency semakin besar
sehingga memberikan perhatian yang besar pula terhadap nilai social equity.
Hukum yang mendasari persamaan hak biasanya melarang
para majikan untuk tidak membuat keputusan-keputusan perihal pekerjaan yang
didasarkan atas tidak hanya melarang diskriminasi. Affirmative action juga
mengharuskan para majikan untuk mengambil langkah-langkah positif guna
mengurangi praktek ketidakterwakilan (underrepresentation)
kelompok-kelompok masyarakat tertentu melalui penyiapan dan pelaksanaan
rencana-rencana affirmative action. Tindakan ini dilakukan untuk lebih
memperkuat posisi nilai keadilan sosial dengan cara mewujudkan adanya
perwakilan yang proporsional dalam sistem manajemen sumber daya manusia atau
sistem kepegawaian. Pada sektor publik dikenal dengan istilah representative bureaucracy (Waldo, dalam
Gomes, 2003:73).
Selanjutnya, segala hal yang berkaitan dengan
affirmative action akan dijelaskan pada uraian yang lebih lengkap di bawah ini.
1.
Pelaksanaan Affirmative Action :
Voluntary versus Involuntary
Sekali aturan EEO/AA diloloskan lembaga
legislative, aturan itu harus dilaksanakan oleh lembaga eksekutif, didukung lembaga yudikatif. Pelaksanaan affirmative action ini dalam
prakteknya bersifat sukarela (voluntary)
dan paksaan (involuntary).
a.
Pelaksanaan Affirmative Action secara
Voluntir
Akan terjadi apabila suatu lembaga publik mematuhi
ketentuan-ketentuan AA dan menuruti peraturan atau petunjuk yang dikemukakan
lembaga melalui penyiapan suatu rencana
AA yaitu: mencantumkan mereka yang
takterwakilkan (underutilization),
menetapkan pemanfaatan penuh sebagai tujuan (full utilization), mengembangkan rencana kongkrit bagi pencapaian
tujuan, dan membuat kemajuan yang bermanfaat menuju ke arah tujuan.
Contoh pelaksanaannya dalam dunia pendidikan adalah program
afirmasi bagi anak-anak Papua. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud),
Mohammad Nuh, meminta agar pelaksanaan program afirmasi bagi anak Papua harus
diperbaiki supaya berjalan dengan baik. Pasalnya, program afirmasi yang saat
ini berjalan untuk anak-anak Papua bertujuan sebagai pemerataan pendidikan.
Adapun tiga hal mendasar yang harus segera dibenahi adalah sistem rekruitmen,
pendanaan dan pendampingan pada anak-anak yang masuk program afirmasi ini.
Dengan demikian, kelanjutan pendidikan anak-anak ini berjalan lancar. Sistem
rekruitmen harus dibuat sebagai
pertimbangan potensi si anak yang masuk program afirmasi. Sebelum
anak-anak program afirmasi ini menjalani masa kuliah di universitas negeri
pilihannya, mereka harus menjalani pendampingan atau semacam matrikulasi selama
satu tahun. Kemudian, mereka juga diberi kursus tambahan saat duduk di bangku
kelas tiga. Dengan adanya kursus tambahan, anak-anak ini mendapat wawasan yang
jelas tentang jurusan dan program studi yang akan dipilih. Masalah kedua yang
harus diperhatikan adalah terkait pendanaan. Anak-anak program afirmasi ini
tidak boleh terpecah konsentrasinya hanya karena ada masalah keuangan yang
disebabkan beasiswa bantuannya belum turun.
b.
Pelaksanaan Affirmative Action di Luar
Kemauan
Terjadi
bila suatu lembaga publik mengubah
praktek kepegawaian sebagai hasil dari penyelidikan oleh suatu lembaga
pematuhan hasil dari suatu penyelesaian yang dirundingkan, apabila majikan
menyelesaikan bersama dengan lembaga pematuhan (compliance agency) di luar peradilan melalui sarana keputusan
persetujuan, atau melalui perintah peradilan.
Contoh
dari pelaksanaan affirmative action di luar kemauan ini adalah seorang pekerja
yang melihat haknya diingkari. Di bawah
hukum AA, dia dapat mengajukan keberatan bersama lembaga penegakan hukum
tertentu. Ini mengakibatkan diadakannya penyelidikan formal yang hasilnya bisa
berupa keberatan pekerja ditolak atau mengajukan keberatan formal terhadap
majikan. Namun sering keberatan ini diselesaikan secara administratif dan
pekerja harus menunggu dalam jangka waktu yang panjang.
Ada
tiga tipe pelaksanaan AA secara paksa ini, yaitu a conciliation agreement, a
consent decree, dan a court order.
A conciliation agreement
terjadi apabila majikan menerima dan mengakui keabsahan keberatan pekerja yang
diajukan secara formal oleh lembaga penegakan. Majikan menyetujui perubahan
praktek pekerjaan yang ditentukan lembaga penegakan dan langkah perbaikan untuk
menyembuhkan luka pekerja. Ini dilakukan majikan untuk menghindari biaya
pengadilan yang mahal dan kemungkinan campur tangan pihak peradilan yang
mungkin akan merugikan pihak majikan.
Apabila
majikan setuju dan tunduk pada paksaan peradilan, namun mempertimbangkan untuk
tidak mengakui kesalahan atau lebih menyetujui persyaratan yang lebih
menguntungkan, meskipun berakibat pada pembayaran kerugian yang cukup besar,
maka persetujuan ini disebut a consent
decree.
Pelaksanaan
yang paling merugikan adalah court order. Lembaga peradilan mengajukan majikan atas
tuduhan melakukan penyimpangan ketentuan AA dan berakibat pada
perbaikan-perbaikan yang ditentukan oleh peradilan (court-ordered remedies) mencakup pembayaran, perubahan kebijakan
kepegawaian, dan kompensasi keuangan.
Biasanya, majikan akan melakukan hal-hal terbaik untuk menghindari
dampak atau pelaksanaan yang terakhir ini.
2.
Keunggulan-keunggulan Affirmative Action
Menurut Rizzo (dalam Gomes, 2003:77),
keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh apabila melaksanakan affirmative
action dengan baik adalah sebagai berikut.
a.
Tenaga kerja lebih representatif
b.
Sumbangsih bagi menurunnya secara
bertahap prasangka buruk yang didasarkan pada ras, agama, suku, jenis kelamin,
umur, dan sebagainya
c.
Keuntungan ekonomis bagi industri
melalui tenaga kerja yang banyak
d.
Terhindarinya gangguan yang merugikan
dari kegiatan industri dan pemerintahan yang disebabkan oleh ketidakpuasan
masyarakat
e.
Dihindarinya perkara hukum yang banyak
memakan biaya dan publisitas yang tidak menyenangkan
f.
Lebih banyak dan lebih baik orang yang
masuk dalam pool bakat manajemen
3.
Pengadilan dan Diskriminasi
Affirmative action merupakan sebuah
celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh setiap warga negara dalam menuntut
haknya terhadap negara. Negara juga harus memberikan take and give
sebagai bentuk kewajiban yang harus dilakukan demi melindungi warga negaranya
agar mendapatkan persamaan didepan hukum dan pemerintahan.
Pengadilan bertanggung jawab untuk
memaksakan pelaksanaan AA melalui aturan-aturan administratif dan bertanggung
jawab untuk menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi antara hukum dan
peraturan administrasi. Konflik terjadi
karena adanya pengaruh dari berbagai kelompok kepentingan yang mempunyai tujuan
saling bersaing.
a.
Tipe Diskriminasi dalam Manajemen SDM
Dalam perspektif nilai keadilan sosial,
terdapat dua tipe diskriminasi, yaitu prima
facie discrimination dan bottom line
discrimination.
Diskriminasi yang dapat dimengerti dengan
mudah adalah prima facie yaitu diskriminasi yang terjadi bila seorang majikan
tidak mempekerjakan orang secara proporsional berdasarkan kelompok atau
karakteristik anggota masyarakat tertentu, sekali pun kelompok atau
karakteristik anggota masyarakat yang demikian ada tersedia di pasar tenaga
kerja.
Diskriminasi yang secara luas dipakai
adalah bottom line. Diskriminasi
dapat dianggap harus terjadi pada seseorang apabila orang tersebut adalah
anggota dari suatu kelompok tertentu yang harus dilindungi oleh hukum dan
persentase pekerja dari kelompok itu dipekerjakan sangat jauh di bawah
persentasenya dalam pasar tenaga kerja. Diskriminasi ini pertama kali
diungkapkan dalam Uniform Guidelines
terbitan Pemerintah Federal AS. Berdasarkan definisinya, bagian-bagian dari
proses seleksi yang mempunyai dampak yang merugikan dapat terus digunakan
sepanjang keseluruhan tidak menghasilkan dampak yang merugikan terhadap
kelompok tertentu.
b.
Bentuk Hukuman Tindakan Diskriminasi
Diskriminasi sendiri bukan illegal. Ilegalitasnya terjadi sepanjang hal itu
didasarkan pada faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan performansi kerja.
Kepentingan dari pengadilan adalah untuk mengembalikan kepada pekerja hak-hak
kerja yang seharusnya dia peroleh bila diskriminasi tidak terjadi seperti bayar
ulang, pertimbangan pertama bagi promosi, dan kerugian hukuman jika
diskriminasi terjadi dengan sengaja ketimbang yang kurang hati-hati.
Sebaliknya, kasus-kasus lain issu intent (maksud) dan effect (akibat). Majikan tidak dapat dituduh melakukan
diskriminasi kecuali pekerja dapat menunjukkan maksud diskriminasi itu. Bona fide seniority system sering
menghambat pelaksanaan AA.
4.
Rencana Affirmative Action
Rencana pelaksanaan AA dapat disiapkan oleh majikan dan
harus diserahkan kepada suatu lembaga yang menjamin pelaksanaan. Rencana ini
meliputi tiga tahap, yaitu mengadakan analisis pemanfaatan, menetapkan sasaran
AA, dan mengembangkan program untuk mencapai sasaran.
a.
Analisis Pemanfaatan (utilization analysis), perbandingan jumlah dan persentase pekerja
dalam suatu lembaga dan persentasenya di daerah/terhadap pasar tenaga kerja
yang relevan. Pencatatan dapat dilakukan melalui perhitungan per kepala,
catatan perorangan, atau kombinasi keduanya untuk melakukan klasifikasi secara
tepat.
b.
Menetapkan Sasaran AA (establish affirmative action goals), usaha untuk meletakkan perwakilan dari semua
kelompok secara proporsional. Jika terjadi perbedaan proporsi antara kelompok tertentu
dan pasar tenaga kerja yang lebih luas, mengindikasikan terjadinya
diskriminasi.
c.
Mengembangkan Program untuk Mencapai
Sasaran (develop program for attaining
them), tahap mengembangkan program
guna mewujudkan sasran dan rencana yang menjelaskan bagaimana lembaga
memperbaiki underutilization dalam
lingkup program tertentu.
5.
Affirmative Action dan Manajer Publik
AA berdampak besar terhadap para manajer
publik. Nilai-nilai affirmative action sering konflik dengan nilai-nilai yang
dianut oleh para manajer, seperti nilai efisiensi. Selain itu, nilai-nilai di luar nilai
keadilan sosial, mempunyai pengaruh yang lebih besar atas fungsi pengadaan. Hal
lain yang mempengaruhi adalah ketidakpastian ekonomi. Ini berarti berbagai
kelompok akan meningkatkan tuntutannya untuk dialokasikan berdasarkan kriteria
yang menguntungkan kelompoknya.
Selain masalah konflik nilai, para manajer
menganggap affirmative action cenderung sukar. Para manajer cenderung
menetapkan kriteria pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan untuk menghasilkan
pekerja yang berkualitas. Mereka akan memilih orang yang mereka inginkan untuk
pekerjaan yang ada. Lantas berusaha menyusun suatu logika seleksi atau promosi
yang seolah-olah sesuai dengan tujuan AA.
6.
Affirmative Action dan Manajemen Sumber
Daya Manusia
Tiga cara melihat pentingnya affirmative
action bagi manajemen sumber daya manusia ditunjukkan dalam tabel berikut.
Kegiatan
|
Keterangan
|
Memusatkan pada nilai dan
tujuan
|
Pertanyaan : Apa yang harus
menjadi kriteria umum untuk pengalokasian pekerjaan?
|
Menerjemahkan nilai ke dalam
aturan
|
Maksud: pembuatan keputusan
atas rekruitmen, seleksi, dan penempatan.
|
AA adalah tanggapan perorangan
dan kelompok dalam instansi terhadap penetapan aturan keputusan instansi
|
Cara: menghormati persepsi
perorangan mengenai pemerataan dan kemampuan memprediksi aturan.
|
Manajemen SDM tentu diharapkan tanggap
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, seperti ekonomi, politik, sosial
budaya, dan teknologi, serta nilai-nilai yang berkembang bersamaan dengan
terjadinya perubahan-perubahan tersebut. Manajemen SDM diharapkan tanggap
terhadap kebutuhan-kebutuhan pekerja yang diwakilkan kepada para manajer,
meningkatkan efisiensi dalam pencarian (procurement)
dan pengembangan (development)
pekerja-pekerja yang terampil. Tidak ketinggalan menyediakan instrumen yang
tepat bagi penerapan nilai keadilan sosial dan melindungi hak-hak perorangan
dari masyarakat.
E.
Simpulan
Dari pembahasan dan uraian yang telah disajikan
sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal mengenai affirmative action sebagai
berikut.
1.
Pelaksanaan affirmative action dalam
prakteknya terdiri dari pelaksanaan secara sukarela (voluntary) dan pelaksanaan secara paksaan atau di luar kemauan (ivonluntary).
2.
Affirmative action memiliki beberapa
keunggulan bagi suatu lembaga atau instansi
apabila dilaksanakan dengan baik.
3.
Pengadilan bertanggung jawab atas
diskriminasi yang terjadi dalam suatu lembaga atau instansi. Hukuman atas
tindakan diskriminasi oleh pengadilan biasanya berupa bayar ulang, pertimbangan
pertama bagi promosi, dan kerugian hukuman jika diskriminasi terjadi dengan
sengaja ketimbang yang kurang hati-hati.
4.
Perencanaan affirmative action meliputi
analisis pemanfaatan, menetapkan sasaran, dan mengembangkan program untuk
mencapai sasaran.
5.
Affirmative action berpengaruh besar
terhadap manajer publik yang menganggap affirmative action cenderung sukar
dilaksanakan.
6.
Affirmative action penting dipahami bagi
manajemen sumber daya manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Gomes, Faustino Cardoso, 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Andi.
Afifah,Riana.http://edukasi.kompas.com/read/2012/10/25/1135451/3.Hal.yang.Mesti.Dibenahi.dalam.Program.Afirmasi.
diunduh 5 Maret 2013.
Zukhrufarisma. http://zukhrufarisma.wordpress.com/2012/06/06/affirmative-action/
diunduh 5 maret 2013.
“Aku, berhak dan sekarang memiliki
dan menikmati kesehatan,
kekayaan dan kebahagiaan.
Aku merasakan
hangatnya hujan
tantangan
dan sinar matahari kecerdasan Ilahi.
Aku rasakan kehidupanku terbebas,
seperti yang seharusnya.
Aku diberkati, gembira,
Aku diberkati, gembira,
penuh kedamaian dan bahagia.
Aku menikmati tugas
untuk menyebarkan kebahagiaan
kepada semua yang aku jumpai.
Ini memberiku kesenangan,
aku membantu orang lain
dalam jalan kehidupannya.
Aku penting….,
Aku berguna….,
Aku berarti!
Setiap hari aku berterima kasih
atas semua berkat yang kuterima.
Aku bahagia
atas kebaikan yang telah kuterima.
Terima kasih,
terima kasih,
terima kasih!”
hendra syahroni
masukan anda sangat berarti bagi kami
BalasHapus