Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 22 April 2014

Affirmative action


          








A.           Latar  Belakang Masalah
              Perubahan lingkungan bisnis demikian kuat pengaruhnya terhadap organisasi, termasuk organisasi pendidikan. Setiap perubahan yang terjadi selalu akan membawa dampak bagi setiap aspek organisasi seperti: manajemen,kelompok kerja, susunan pekerjaan, proses aktivitas, dan bentuk komunikasi atau pendelegasian wewenang. Berbagai pengaruh perubahan yang terjadi menuntut organisasi untuk membuka diri terhadap tuntutan perubahan dan berupaya menyusun strategi dan kebijakan yang selaras dengan perubahan lingkungan bisnis.  Artinya suatu organisasi mampu menyusun strategi dan kebijakan yang ampuh untuk mengatasi setiap perubahan yang terjadi khususnya dalam kesempatan kerja yang merata.

  Affirmative action dipandang sebagai manifestasi nilai keadilan sosial dalam suatu organisasi. Nilai affirmative action diakui sangat potensial dan mampu menjembatani berbagai persoalan sosial budaya yang timbul, sekaligus menjamin suatu manajemen SDM yang lebih representatif secara proporsional berbagai karakteristik demografis, geografis, dan kultural masyarakat dalam suatu organisasi, baik publik maupun swasta. Tetapi dalam praktiknya, nilai yang satu ini sering terabaikan oleh karena adanya keunggulan perhatian dari para manajer dan para decision makers terhadap nilai-nilai efisiensi dan efektifitas.
Nilai affirmative action merupakan manifestasi dari nilai keadilan sosial yang telah diangkat ke permukaan oleh administrasi negara baru, yang kemudian disejajarkan dengan nilai-nilai efisiensi, efektifitas, dan ekonomi.
Pengertian awal affirmative action adalah hukum dan kebijakan yang mensyaratkan dikenakannya kepada kelompok tertentu berupa pemberian kompensasi dan keistimewaan dalam kasus-kasus tertentu guna mencapai representasi yang lebih proporsional dalam beragam institusi. Ini  merupakan diskriminasi positif (positive discrimination) yang dilakukan untuk mempercepat tercapainya keadilan dan kesetaraan. Salah satu sarana terpenting untuk menerapkannya adalah hukum, di mana jaminan pelaksanaannya harus ada dalam konstitusi dan Undang-Undang.
Di Indonesia, pada tahun 2000, dalam Amandemen II UUD 1945, ketentuan tentang affirmative action diatur, yaitu dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia pasal 28 H ayat (2) yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakukan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Pasal ini didasarkan atas kesadaran bahwa satu peraturan yang netral, yang diberlakukan sama kepada seluruh kelompok masyarakat yang berbeda keadaannya, akan menimbulkan kesempatan dan manfaat yang berbeda yang berdampak lahirnya ketidakadilan. Maka negara berkewajiban membuat peraturan khusus bagi mereka yang karena kondisi dan rintangannya tidak dapat menerima manfaat dari ketentuan yang bersifat netral tadi. Tindakan ini disandarkan pada fungsi hukum sebagai sarana untuk mencerminkan ketertiban dan keadilan, serta melakukan rekayasa sosial untuk merubah perilaku masyarakat.

A.           Rumusan Masalah

              Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas, maka rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.             Bagaimana pelaksanaan affirmative action?
2.             Apa keunggulan affirmative action?
3.             Bagaimana hubungan pengadilan dan diskriminasi?
4.             Bagaimana rencana affirmative action?
5.             Bagaimana affirmative action dalam hubungannya dengan manajer publik?
6.             Bagaimana affirmative action dalam hubungannya dengan manajemen sumber daya manusia?



B.            Tujuan

          Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui lebih jauh segala hal tentang affirmative action dalam kaitannya dengan manajemen sumber daya manusia.

C.           Landasan Teori

              Membicarakan mengenai affirmative action, tidak bisa tidak, harus mengetahui lebih dahulu apa itu affirmative action. Apabila sudah mengetahui definisi atau apa yang dimaksud dengan affirmative action, barulah bisa menganalisa manivestasi dari affirmative action itu sendiri. Untuk mendalami mengenai hal itu, berikut diuraikan landasan teori makalah ini disusun, meliputi definisi affirmative action, affirmative action bersaing dengan nilai lainnya, dan kesempatan kerja yang sama versus affirmative action.

1.             Definisi Affirmative Action

              Affirmative action terdiri dari kata affirmative yang berarti pengakuan positif, berupa program dan prosedur yang secara nyata dibuat, selanjutnya diidentifikasikan dan memperbaiki semua praktek pekerjaan yang cenderung mempertahankan pola-pola diskrimininasi dalam pekerjaan, baik berdasarkan etnis, ras, daerah, umur, atau jenis kelamin. Serta dari kata action yang berarti tindakan yang harus diambil guna memungkinkan mereka yang telah disingkirkan  atau tidak digubris untuk bersaing atau memperoleh akses terhadap pekerjaan berdasarkan basis yang sama.
              Jadi, affirmative action dapat didefinisikan sebagai rencana yang berorientasi pada hasil (result-oriented plan) dan program untuk menanggulangi ketidakadilan dalam lapangan pekerjaan, termasuk tindakan khusus dalam mempekerjakan pekerja dan hal promosi.
              Affirmative action  dapat diartikan juga sebagai suatu konsep abstrak mengenai keadilan organisasi yang menunjukkan bagaimana reward, insentif, sanksi, dan juga pekerjaan dialokasikan dalam suatu lembaga organisasi ( Rizzo, dalam Gomes, 2003:70).
              Kesempatan yang sama dalam pekerjaan saja tidaklah cukup. Harus disertai dengan affirmative action sebagai cara untuk memerangi diskriminasi-diskriminasi dalam pekerjaan.

2.             Affirmative Action Bersaing dengan Nilai Lainnya

                   Kerap terjadi persaingan nilai dalam manajemen sumber daya manusia antara nilai efisiensi, daya tanggap politik, persamaan hak individu, yang biasanya merugikan nilai keadilan sosial.  Akibatnya, kelompok-kelompok minoritas (dari segi agama, ras, suku, orang cacat, dan wanita) kurang mendapat perhatian dalam manajemen sumber daya manusia.
                   Affirmative action merupakan gerakan kesadaran dan perbaikan atas kelemahan tersebut (Klingner, dalam Gomes, 2003:70). Suatu fungsi perantara yang berpengaruh terhadap proses procurement atau perekrutan, penyeleksian, pengangkatan, promosi, dan penempatan pekerja. Dalam hal ini affirmative action mendasarkan diri pada nilai keadilan sosial (social equity) sesuai dengan persentase jumlah penduduk masing-masing kelompok tersebut.    
                   Nilai-nilai yang sering berbenturan atau konflik dengan affirmative action adalah:
a.              Senioritas (seniority)
b.             Efisiensi administrasi (administrative efficiency)
c.              Daya tanggap politik (political responsiveness)
d.             Bias-bias yang diperkirakan berasal dari para manajer terhadap tes obyektif, pendidikan, dan pengalaman sebagai indikator para pelamar
e.              Jaringan kepegawaian lama yang biasanya merupakan mekanisme untuk mencapai jabatan tinggi

              Affirmative action ini berpengaruh terhadap pekerjaan publik karena telah membawa pengadilan ke bidang pekerjaan. Pengaruh pengadilan masuk ke dalam semua fungsi kepegawaian yang inti. Nilai-nilai inti itu meliputi secara jelas hak-hak perorangan dan proses dalam pembuatan keputusan.

3.             Kesempatan Kerja yang Sama versus Affirmative Action

              Anggapan yang beredar di masyarakat dan di kalangan pejabat pemerintah adalah affirmative action (AA) sama dengan kesempatan kerja yang sama ( equal employment opportunity atau EEO). Padahal keduanya tidaklah sama. Perbandingan keduanya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

EEO
AA
Penekanan nilai pada perlakuan yang sama
Penekanan nilai pada perlakuan khusus terhadap kelompok-kelompok tertentu

Mencerminkan nilai hak-hak perseorangan

Menjamin nilai keadilan sosial

         
          Salah satu Negara di dunia yang menerapkan affirmative action adalah Amerika Serikat. Tahun 1965, Presiden Johnson menandatangani sebuah peraturan yang lebih dikenal dengan Executive Order 11246 (Klingner, dalam Gomes, 2003:73) yang melarang diskriminasi oleh para majikan yang menyediakan barang-barang dan pelayanan bagi pemerintah federal.

D.           Pembahasan

              Affirmative action merupakan aktivitas kepegawaian pemerintah yang paling kritis karena peranannya dalam procurement dan konfliknya dengan nilai-nilai tradisional yang mempengaruhi proses tersebut. Akhir-akhir ini perhatian terhadap political responsiveness dan administrative efficiency semakin besar sehingga memberikan perhatian yang besar pula terhadap nilai social equity.
              Hukum yang mendasari persamaan hak biasanya melarang para majikan untuk tidak membuat keputusan-keputusan perihal pekerjaan yang didasarkan atas tidak hanya melarang diskriminasi. Affirmative action juga mengharuskan para majikan untuk mengambil langkah-langkah positif guna mengurangi praktek ketidakterwakilan (underrepresentation) kelompok-kelompok masyarakat tertentu melalui penyiapan dan pelaksanaan rencana-rencana affirmative action. Tindakan ini dilakukan untuk lebih memperkuat posisi nilai keadilan sosial dengan cara mewujudkan adanya perwakilan yang proporsional dalam sistem manajemen sumber daya manusia atau sistem kepegawaian. Pada sektor publik dikenal dengan istilah representative bureaucracy (Waldo, dalam Gomes, 2003:73).
              Selanjutnya, segala hal yang berkaitan dengan affirmative action akan dijelaskan pada uraian yang lebih lengkap di bawah ini.

1.             Pelaksanaan Affirmative Action : Voluntary versus Involuntary

     Sekali aturan EEO/AA diloloskan lembaga legislative, aturan itu harus dilaksanakan oleh lembaga eksekutif,  didukung lembaga yudikatif.  Pelaksanaan affirmative action ini dalam prakteknya bersifat sukarela (voluntary) dan paksaan (involuntary).

a.              Pelaksanaan Affirmative Action secara Voluntir

              Akan terjadi apabila suatu lembaga publik mematuhi ketentuan-ketentuan AA dan menuruti peraturan atau petunjuk yang dikemukakan lembaga melalui penyiapan suatu  rencana AA  yaitu: mencantumkan mereka yang takterwakilkan (underutilization), menetapkan pemanfaatan penuh sebagai tujuan (full utilization), mengembangkan rencana kongkrit bagi pencapaian tujuan, dan membuat kemajuan yang bermanfaat menuju ke  arah tujuan.
          Contoh pelaksanaannya dalam dunia pendidikan adalah program afirmasi bagi anak-anak Papua. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, meminta agar pelaksanaan program afirmasi bagi anak Papua harus diperbaiki supaya berjalan dengan baik. Pasalnya, program afirmasi yang saat ini berjalan untuk anak-anak Papua bertujuan sebagai pemerataan pendidikan. Adapun tiga hal mendasar yang harus segera dibenahi adalah sistem rekruitmen, pendanaan dan pendampingan pada anak-anak yang masuk program afirmasi ini. Dengan demikian, kelanjutan pendidikan anak-anak ini berjalan lancar. Sistem rekruitmen harus dibuat sebagai  pertimbangan potensi si anak yang masuk program afirmasi. Sebelum anak-anak program afirmasi ini menjalani masa kuliah di universitas negeri pilihannya, mereka harus menjalani pendampingan atau semacam matrikulasi selama satu tahun. Kemudian, mereka juga diberi kursus tambahan saat duduk di bangku kelas tiga. Dengan adanya kursus tambahan, anak-anak ini mendapat wawasan yang jelas tentang jurusan dan program studi yang akan dipilih. Masalah kedua yang harus diperhatikan adalah terkait pendanaan. Anak-anak program afirmasi ini tidak boleh terpecah konsentrasinya hanya karena ada masalah keuangan yang disebabkan beasiswa bantuannya belum turun.

b.             Pelaksanaan Affirmative Action di Luar Kemauan

Terjadi bila suatu lembaga publik  mengubah praktek kepegawaian sebagai hasil dari penyelidikan oleh suatu lembaga pematuhan hasil dari suatu penyelesaian yang dirundingkan, apabila majikan menyelesaikan bersama dengan lembaga pematuhan (compliance agency) di luar peradilan melalui sarana keputusan persetujuan, atau melalui perintah peradilan.
Contoh dari pelaksanaan affirmative action di luar kemauan ini adalah seorang pekerja yang melihat haknya diingkari.  Di bawah hukum AA, dia dapat mengajukan keberatan bersama lembaga penegakan hukum tertentu. Ini mengakibatkan diadakannya penyelidikan formal yang hasilnya bisa berupa keberatan pekerja ditolak atau mengajukan keberatan formal terhadap majikan. Namun sering keberatan ini diselesaikan secara administratif dan pekerja harus menunggu dalam jangka waktu yang panjang.
Ada tiga tipe pelaksanaan AA secara paksa ini, yaitu a conciliation agreement, a consent decree, dan a court order. 
A conciliation agreement terjadi apabila majikan menerima dan mengakui keabsahan keberatan pekerja yang diajukan secara formal oleh lembaga penegakan. Majikan menyetujui perubahan praktek pekerjaan yang ditentukan lembaga penegakan dan langkah perbaikan untuk menyembuhkan luka pekerja. Ini dilakukan majikan untuk menghindari biaya pengadilan yang mahal dan kemungkinan campur tangan pihak peradilan yang mungkin akan merugikan pihak majikan.
Apabila majikan setuju dan tunduk pada paksaan peradilan, namun mempertimbangkan untuk tidak mengakui kesalahan atau lebih menyetujui persyaratan yang lebih menguntungkan, meskipun berakibat pada pembayaran kerugian yang cukup besar, maka persetujuan ini disebut a consent decree.
Pelaksanaan yang paling merugikan adalah court order.  Lembaga peradilan mengajukan majikan atas tuduhan melakukan penyimpangan ketentuan AA dan berakibat pada perbaikan-perbaikan yang ditentukan oleh peradilan (court-ordered remedies) mencakup pembayaran, perubahan kebijakan kepegawaian, dan kompensasi keuangan.  Biasanya, majikan akan melakukan hal-hal terbaik untuk menghindari dampak atau pelaksanaan yang terakhir ini.

2.             Keunggulan-keunggulan Affirmative Action

     Menurut Rizzo (dalam Gomes, 2003:77), keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh apabila melaksanakan affirmative action dengan baik adalah sebagai berikut.
a.              Tenaga kerja lebih representatif
b.             Sumbangsih bagi menurunnya secara bertahap prasangka buruk yang didasarkan pada ras, agama, suku, jenis kelamin, umur, dan sebagainya
c.              Keuntungan ekonomis bagi industri melalui tenaga kerja yang banyak
d.             Terhindarinya gangguan yang merugikan dari kegiatan industri dan pemerintahan yang disebabkan oleh ketidakpuasan masyarakat
e.              Dihindarinya perkara hukum yang banyak memakan biaya dan publisitas yang tidak menyenangkan
f.              Lebih banyak dan lebih baik orang yang masuk dalam pool bakat manajemen
    
3.             Pengadilan dan Diskriminasi

     Affirmative action merupakan sebuah celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh setiap warga negara dalam menuntut haknya terhadap negara. Negara juga harus memberikan take and give sebagai bentuk kewajiban yang harus dilakukan demi melindungi warga negaranya agar mendapatkan persamaan didepan hukum dan pemerintahan.
     Pengadilan bertanggung jawab untuk memaksakan pelaksanaan AA melalui  aturan-aturan administratif dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi antara hukum dan peraturan administrasi.  Konflik terjadi karena adanya pengaruh dari berbagai kelompok kepentingan yang mempunyai tujuan saling bersaing.

a.              Tipe Diskriminasi dalam Manajemen SDM

     Dalam perspektif nilai keadilan sosial, terdapat dua tipe diskriminasi, yaitu prima facie discrimination dan bottom line discrimination.
     Diskriminasi yang dapat dimengerti dengan mudah adalah prima facie yaitu diskriminasi yang terjadi bila seorang majikan tidak mempekerjakan orang secara proporsional berdasarkan kelompok atau karakteristik anggota masyarakat tertentu, sekali pun kelompok atau karakteristik anggota masyarakat yang demikian ada tersedia di pasar tenaga kerja.
     Diskriminasi yang secara luas dipakai adalah bottom line. Diskriminasi dapat dianggap harus terjadi pada seseorang apabila orang tersebut adalah anggota dari suatu kelompok tertentu yang harus dilindungi oleh hukum dan persentase pekerja dari kelompok itu dipekerjakan sangat jauh di bawah persentasenya dalam pasar tenaga kerja. Diskriminasi ini pertama kali diungkapkan dalam Uniform Guidelines terbitan Pemerintah Federal AS. Berdasarkan definisinya, bagian-bagian dari proses seleksi yang mempunyai dampak yang merugikan dapat terus digunakan sepanjang keseluruhan tidak menghasilkan dampak yang merugikan terhadap kelompok tertentu.

b.             Bentuk Hukuman Tindakan Diskriminasi

     Diskriminasi sendiri bukan illegal.  Ilegalitasnya terjadi sepanjang hal itu didasarkan pada faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan performansi kerja. Kepentingan dari pengadilan adalah untuk mengembalikan kepada pekerja hak-hak kerja yang seharusnya dia peroleh bila diskriminasi tidak terjadi seperti bayar ulang, pertimbangan pertama bagi promosi, dan kerugian hukuman jika diskriminasi terjadi dengan sengaja ketimbang yang kurang hati-hati.
     Sebaliknya, kasus-kasus lain issu intent (maksud) dan effect (akibat). Majikan tidak dapat dituduh melakukan diskriminasi kecuali pekerja dapat menunjukkan maksud diskriminasi itu. Bona fide seniority system sering menghambat pelaksanaan AA.

4.             Rencana Affirmative Action

              Rencana pelaksanaan AA dapat disiapkan oleh majikan dan harus diserahkan kepada suatu lembaga yang menjamin pelaksanaan. Rencana ini meliputi tiga tahap, yaitu mengadakan analisis pemanfaatan, menetapkan sasaran AA, dan mengembangkan program untuk mencapai sasaran.
a.              Analisis Pemanfaatan (utilization analysis),   perbandingan jumlah dan persentase pekerja dalam suatu lembaga dan persentasenya di daerah/terhadap pasar tenaga kerja yang relevan. Pencatatan dapat dilakukan melalui perhitungan per kepala, catatan perorangan, atau kombinasi keduanya untuk melakukan klasifikasi secara tepat.
b.             Menetapkan Sasaran AA (establish affirmative action goals),  usaha untuk meletakkan perwakilan dari semua kelompok secara proporsional. Jika terjadi perbedaan proporsi antara kelompok tertentu dan pasar tenaga kerja yang lebih luas, mengindikasikan terjadinya diskriminasi.
c.              Mengembangkan Program untuk Mencapai Sasaran (develop program for attaining them),  tahap mengembangkan program guna mewujudkan sasran dan rencana yang menjelaskan bagaimana lembaga memperbaiki underutilization dalam lingkup program tertentu.

5.             Affirmative Action dan Manajer Publik

     AA berdampak besar terhadap para manajer publik. Nilai-nilai affirmative action sering konflik dengan nilai-nilai yang dianut oleh para manajer, seperti nilai efisiensi.  Selain itu, nilai-nilai di luar nilai keadilan sosial, mempunyai pengaruh yang lebih besar atas fungsi pengadaan. Hal lain yang mempengaruhi adalah ketidakpastian ekonomi. Ini berarti berbagai kelompok akan meningkatkan tuntutannya untuk dialokasikan berdasarkan kriteria yang menguntungkan kelompoknya.
     Selain masalah konflik nilai, para manajer menganggap affirmative action cenderung sukar. Para manajer cenderung menetapkan kriteria pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan untuk menghasilkan pekerja yang berkualitas. Mereka akan memilih orang yang mereka inginkan untuk pekerjaan yang ada. Lantas berusaha menyusun suatu logika seleksi atau promosi yang seolah-olah sesuai dengan tujuan AA.         

6.             Affirmative Action dan Manajemen Sumber Daya Manusia

     Tiga cara melihat pentingnya affirmative action bagi manajemen sumber daya manusia ditunjukkan dalam tabel berikut.


Kegiatan
Keterangan
Memusatkan pada nilai dan tujuan
Pertanyaan : Apa yang harus menjadi kriteria umum untuk pengalokasian pekerjaan?

Menerjemahkan nilai ke dalam aturan
Maksud: pembuatan keputusan atas rekruitmen, seleksi, dan penempatan.

AA adalah tanggapan perorangan dan kelompok dalam instansi terhadap penetapan aturan keputusan instansi
Cara: menghormati persepsi perorangan mengenai pemerataan dan kemampuan memprediksi aturan.


    
     Manajemen SDM tentu diharapkan tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, seperti ekonomi, politik, sosial budaya, dan teknologi, serta nilai-nilai yang berkembang bersamaan dengan terjadinya perubahan-perubahan tersebut. Manajemen SDM diharapkan tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan pekerja yang diwakilkan kepada para manajer, meningkatkan efisiensi dalam pencarian (procurement) dan pengembangan (development) pekerja-pekerja yang terampil. Tidak ketinggalan menyediakan instrumen yang tepat bagi penerapan nilai keadilan sosial dan melindungi hak-hak perorangan dari masyarakat.


E.            Simpulan

              Dari pembahasan dan uraian yang telah disajikan sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal mengenai affirmative action sebagai berikut.
1.             Pelaksanaan affirmative action dalam prakteknya terdiri dari pelaksanaan secara sukarela (voluntary) dan pelaksanaan secara paksaan atau di luar kemauan (ivonluntary).
2.             Affirmative action memiliki beberapa keunggulan bagi suatu lembaga atau instansi  apabila dilaksanakan dengan baik.
3.             Pengadilan bertanggung jawab atas diskriminasi yang terjadi dalam suatu lembaga atau instansi. Hukuman atas tindakan diskriminasi oleh pengadilan biasanya berupa bayar ulang, pertimbangan pertama bagi promosi, dan kerugian hukuman jika diskriminasi terjadi dengan sengaja ketimbang yang kurang hati-hati.
4.             Perencanaan affirmative action meliputi analisis pemanfaatan, menetapkan sasaran, dan mengembangkan program untuk mencapai sasaran.
5.             Affirmative action berpengaruh besar terhadap manajer publik yang menganggap affirmative action cenderung sukar dilaksanakan.
6.             Affirmative action penting dipahami bagi manajemen sumber daya manusia.

















DAFTAR  PUSTAKA


Gomes,  Faustino Cardoso, 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia.  Yogyakarta: Andi.
Afifah,Riana.http://edukasi.kompas.com/read/2012/10/25/1135451/3.Hal.yang.Mesti.Dibenahi.dalam.Program.Afirmasi. diunduh 5 Maret 2013.






















“Aku, berhak dan sekarang memiliki
dan menikmati kesehatan,
kekayaan dan kebahagiaan. 

Aku merasakan
 hangatnya hujan tantangan
dan sinar matahari kecerdasan Ilahi.

Aku rasakan kehidupanku terbebas,
seperti yang seharusnya.
Aku diberkati, gembira,
penuh kedamaian dan bahagia.

Aku menikmati tugas
untuk menyebarkan kebahagiaan
kepada semua yang aku jumpai.

Ini memberiku kesenangan,
aku membantu orang lain
dalam jalan kehidupannya.

Aku penting….,
Aku berguna….,
Aku berarti!

Setiap hari aku berterima kasih
atas semua berkat yang kuterima.

Aku bahagia
atas kebaikan yang telah kuterima.

Terima kasih,
terima kasih,
terima kasih!”
hendra syahroni

1 komentar: